Indonesia: Ketegangan di Ukraina Bisa Mengganggu Pemulihan Ekonomi Dunia

Presiden Indonesia Joko “Jokowi” Widodo tampak di layar sedang menyampaikan pidatonya dalam pertemuan dengan para menteri keuangan dan gubernur bank sentral negara G20 di Jakarta Convention Center, 17 Februari 2022.

“Bukan waktunya untuk bersaing,” tutur Presiden Jokowi dalam pertemuan dengan menteri keuangan dan gubernur bank negara-negara G20.

Presiden Joko “Jokowi” Widodo juga mengingatkan pemimpin keuangan negara G20 bahwa ketegangan yang tengah terjadi di Ukraina dapat membahayakan perdamaian dunia dan mengganggu stabilitas pemulihan ekonomi yang tengah dihantam pandemi COVID-19.

Jokowi juga meminta negara peserta G20 di dunia untuk mengesampingkan persaingan geopolitik agar dapat bangkit bersama dalam menghadapi ketidakpastian global dan mengendalikan tinggi nya inflasi yang cenderung akan meningkat.

“Dalam situasi sekarang, bukan waktunya untuk rivalitas,” kata Presiden Jokowi dalam pidato resmi pembukaan pertemuan menteri keuangan dan pemimpin dari bank sentral negara dari forum utama kerjasama ekonomi internasional yang beranggotakan negara-negara dengan perekonomian terbesar dunia itu di Jakarta.

“Bukan waktunya menciptakan perselisihan baru yang dapat menganggu dalam hal pemulihan ekonomi dunia apalagi yang terindikasi dapat membahayakan keselamatan dunia, sebagaimana yang sedang terjadi di Ukraina saat ini,” tambahnya.

Skala eskalasi keamanan di Ukraina dalam beberapa hari terakhir ini menjadi sorotan menyusul pengerahan pasukan besar-besar militer Rusia ke dekat perbatasan kedua negara sehingga dapat memunculkan spekulasi adanya invasi dari Kremlin.

Ketegangan keduanya juga menyusul rencana keanggotaan Ukraina dalam NATO, pakta pertahanan negara Barat yang sudah lama menjadi rival utama Rusia.

Di dalam Forum Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral G20, Jokowi juga mengatakan ancaman perang di Ukraina berpotensi untuk meruntuhkan satu kawasan yang kemudian dapat berdampak sistemik pada kawasan lainnya.

“Pandemi belum selesai, dan ekonomi dunia juga masih terpukul. Dalam situasi seperti ini, tidak mungkin ada satu negara pun yang bisa pulih sendirian. Semua negara saling terhubung, tidak mungkin ada yang terisolasi,” katanya.

Forum pertemuan yang telah berlangsung hingga Jumat dilakukan secara hybrid dengan beberapa lokasi fisiknya digelar di Jakarta. Pertemuan ini menjadi salah satu rangkaian forum selama masa presidensi Indonesia di G20 hingga pas acara puncak pertemuan tingkat tinggi nya akan di gelar pada November mendatang.

Jokowi juga berharap dengan pertemuan para menteri keuangan dan gubernur bank sentral akan menghasilkan langkah-langkah positif kebijakan fiskal dan moneter yang saling bersinergi antar beberapa negara demi menyelesaikan beragam permasalahan dunia.

Ada tiga point permasalahan global yang Indonesia dorong untuk bisa diselesaikan bersama yakni, ketahanan sistem kesehatan global, transisi untuk menuju ekonomi hijau, serta transformasi ekonomi digital terbaru.

Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menjelaskan dia telah melakukan percakapan telpon dengan Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov dan Menteri Luar Negeri Ukraina Dmytro Kuleba pada hari Rabu, namun tidak menjelaskan apa saja isi pembicaraan mereka.

Dalam salah satu pernyataan tertulis pekan lalu, Kementerian Luar Negeri Indonesia menyatakan sangat prihatin atas situasi yang terjadi di perbatasan antara Ukraina dan Rusia.

“Indonesia juga telah menghimbau kepada semua pihak untuk dapat menahan diri dan membuka ruang seluas-luasnya bagi keberhasilan untuk dapat berdialog dan diplomasi. Konflik juga tidak akan menguntungkan siapa pun” demikian pernyataan kementerian.

Menteri Keuangan Indonesia Sri Mulyani Indrawati juga mengatakan ekonomi global telah mulai pulih secara bertahap tetapi proses pemulihan ini masih tidak merata dan tidak mudah.

“Meskipun begitu, masih terdapat beberapa risiko dari pengaturan kebijakan makro-fiskal contoh salah satunya adalah beberapa kebijakan khusus di masa pandemi yang pasti tidak akan dapat terus menerus bisa diterapkan di tengah keadaan ruang fiskal yang sangat terbatas,” kata Sri Mulyani dalam pidato pembukanya.

Badan Moneter Dunia (IMF) telah memproyeksikan ekonomi global pada tahun ini kembali terkoreksi menjadi 4,4 persen dari sebelum nya proyeksi pertumbuhan ekonomi sebesar 5,9 persen pada tahun 2021.

Disrupsi pandemi, krisis iklim

 

Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo juga mengatakan peran dan kepemimpinan G20 telah menjadi lebih penting dari sebelumnya, terutama untuk mengatasi akar penyebab masalah pandemi seperti pendistribusian vaksin-vaksin COVID-19 yang merata dan inklusif.

Perry menyebutkan, pandemi juga telah meninggalkan lukaa yang berbekas di seluruh perekonomian dunia, tak terkecuali Indonesia.

“Untuk pemulihan dan stabilitas luka tersebut, perlu beberapa kebijakan yang bisa dikalibrasi, direncanakan dan dikomunikasikan sangat baik dengan setiap negara, khususnya dalam hal untuk mendorong tingkat produktivitas serta investasi, bersama dengan meuncurkan beberapa strategi di bidang ketenagakerjaan dan realokasi modal,” kata Perry.

Penyebab masalah lainnya, lanjut Perry, adalah persoalan lingkungan hidup yang juga membutuhkan kesepakatan bersama dalam penyelesaiannya karena juga turut memengaruhi pemulihan ekonomi.

“Tekad kami untuk mengatasi berbagai permasalahan ini yaitu dengan menentukan jalan menuju pemulihan ekonomi yang lebih kuat, berkelanjutan, dan inklusif, sehingga dapat mengangkat tema Presidensi G20 Indonesia yaitu  ‘Recover Together, Recover Stronger’,” lanjutnya.

Sri Mulyani juga menambahkan, memerangi perubahan iklim sejatinya tidak mungkin bisa hanya berfokus pada target penurunan gas emisi karbon, melainkan juga menemukan beberapa skema untuk meningkatkan dan mengarahkan lebih banyak sumber pembiayaan dan investasi pada teknologi berkelanjutan.

“Waktu pandemi juga merupakan salah satu peringatan yang cukup keras kepada kita semua betapa lemahnya ekonomi global terhadap serangan kejutan-kejutan non-tradisional. Dalam hal ini, kita harus mengingat juga bahwa perubahan iklim dapat menimbulkan efek/dampak yang jauh lebih besar dari pandemi,” kata Sri Mulyani.

Dalam Dokumen Kontribusi Nasional (NDC/Nationally Determined Contribution) Indonesia, sebagai tanggapan lanjut dari Perjanjian Iklim Paris, telah menetapkan target untuk pengurangan emisi gas rumah kaca sebesar 29 persen dengan kategori usaha sendiri dan 41 persen dengan mendapat dukungan internasional pada 2030.

Pada Konferensi Perubahan Iklim (COP26) di Glasgow, Skotlandia, tahun lalu, Indonesia telah berkomitmen untuk dapat menurunkan laju deforestasi dan ketergantungan atas penggunaan bahan baku batu bara demi mengejar target tersebut.

Kendati demikian, Indonesia juga mengatakan upaya tersebut harus membutuhkan komitmen dan bantuan dari negara maju dalam beberapa hal bantuan pendanaan utamanya dalam melakukan transisi energi.

Tensi geopolitik dan kredibilitas Indonesia

 

Yose Rizal Damuri, Sebagai Kepala Departemen Ekonomi Center Strategic and International Studies (CSIS) di Jakarta, mengatakan bahwa ketegangan geopolitik yang telah muncul yang melibatkan Ukraina, Rusia dan AS bisa memengaruhi sebagian kredibilitas Indonesia selama masa presidensi G20.

“Jokowi juga masih mempunyai beberapa tugas untuk mendatangkan Rusia, China, AS ke Bali nanti nya. Tapi kalau kondisi Ukraina tetap seperti ini, kemungkinan besar kalau Presiden (Vladimir) Putin akan jadi ragu untuk menghadiri karena khawatir bahwa AS dan sekutunya akan ‘berisik’ urusan Ukraina” kata Yose kepada www.thenewscene.org.

“Kalau memang demikian yang terjadi, tentu ini akan sangat mengurangi kredibilitas Indonesia.”

Hal lain, Yose juga mengatakan Indonesia perlu membawa forum G20 untuk fokus ke tujuan yang paling prioritas yang ingin diraih bersama-sama di tengah berbagai dinamika gejolak persoalan global yang terjadi.